Coretan ini saya beri judul saja
“Antara Tugas Yantek Dalam Pelayanan
Teknik PLN Dan Tanggung Jawab Sebagai Kepala Keluarga”. Coretan ini dibuat
spontan begitu saja sambil mengisi waktu piket, dari pada bengong ataupun nonto
TV kebetulan gangguan sudah terselesaikan. Saya corat coret teringat kejadian
piket sebelumnya pada hari Sabtu Malam Minggu.
Kebetulan hari Sabtu sore awan
mendung menyelimuti wilayah Tasikmalaya – Singaparna. Dan seperti yang
dikawatirkan hujan turun cukup lebat hampir rata menyapu wilayah Tasikmalaya
dan sekitarnya, dan efeknya terdengar radio komunikasi memberikan informasi
kalau wilayah Pamijahan Padam. Walaupun mata berat karena ngantuk, soalnya
malam sebelumnya kurang tidur karena si kecil di rumah badannya panas. Saya dan
rekan seperjuangan melakukan pelacakan dari Recloser Leuwiceri menuju
perbatasan Tanjungjaya – Sodong dan Pamijahan. Wilayah Pamijahan dialiri
listrik dari Gardu Induk Tasik melalui wilayah kantor pelayanan Tanjungjaya,
dan ditempatkan pemutus yaitu Recloser Leuwiceri untuk membackup terjadinya
gangguan yang dapat menyabkan padam. Jadi kalau ada gangguang di daerah Sodong
atau Pamijahan maka pemutus yang putus adalah Recloser Leuwiceuri tidak
langsung ke Gardu Induk.
Tapi karena setelah ditemukan
indikasi gangguan yaitu ranting terbang ke jaringan SUTM, kemudian Recloser
Leuwiceuri dicoba dinormalkan ternyata bablas sampai ke pemutus Gardu Induk di
Tasik sampai dua kali. Akhirnya pelacakan terus dilanjutkan walaupun jalan
cukup licin dan berlumpur karena kondisi hujan. Sampai akhirnya sekitar jam
17:30 ada informasi dari Yantek Pamijahan indikasi ditemukan yaitu kabel SUTM melilit
mungkin lepas dari tali isolator.
Setelah tegangan dari Recloser
Leuwiceuri sampai ujung (wilayah Pamijahan) normal, ternyata ada lagi wilayah
yang padam yang di backup oleh Cut Out atau CO Seksi ke wilayah Cikeler. Dan
yang putus itu 2 fasa, ini menunjukkan bahwa ada indikasi yang harus dilokalisir.
Tapi kami optimis saja mungkin karena petir karena kondisi sudah Magrib,
tentunya berabe kalau harus melokalisir karena jalan untuk melokalisir aftak
jaringan Cikeler sampai ujung tidak bisa dilalui oleh kendaraan. Tapi setelah
dicoba dinormalkan ternyata terjadi ledakan di CO seksi CKLR, ini menunjukkan
kalau indikasi gangguannya permanen. Akhirnya personil yang 3 orang ditambah 2
orang team sukarela, karena personil Yantek yang lain tentunya lagi liburan.
Kami mebagi menjadi 2 group, 3 orang melokalisir dan 2 orang stand by di kantor
untuk menangani gangguan lain dan menormalkan CO seksi. Karena CO seksi CKLR di
back up lagi oleh CO seksi KNL, dan benar saja setelah satu dua kali indikasi
ditemukan ternyata ketika dinormalkan CO seksi CKLR bablas ke CO seksi KNL
putus 1 fasa. Kejadian ini terjadi sampai 2 kali, jadi saya dan rekan harus
bulak-balik antara CO seksi CKLR dan CO seksi KNL dan ke kantor yang jaraknya
lumayan jauh. CO seksi KNL dan CO seksi CKLR normal sekitar jam 23:30.
Dijam-jam tersebut sms dan telpon
dari istri di rumah datang bertubi-tubi, karena ternyata si kecil Helma panasnya
semakin tinggi yang akhirnya Step (kejang-kejang). Karena sudah tengah malam
tentu tetangga dekat rumah sudah pada tidur, dan istri di rumah cuma ditemani
dua orang anak yaitu si kecil Helma yang sedang sakit dan kakaknya Viyaneu yang
baru kelas 2 SD. Saya tidak bisa berbuat apa-apa tentunya karena saya sedang
tugas piket dan menangani gangguan, ditambah lagi jarak dari kantor ke rumah
itu membutuhkan waktu 2 jam perjalanan menggunakan sepeda motor.
Karena saking paniknya cerita istri
saya pada esok harinya. Ketika si kecil sedang kejang-kejang dia menggendong si
kecil berlari-lari ke rumah bidan diikuti oleh Viyaneu. Tapi mungkin karena
sudah tengah malam dan bidan pun sudah tidur lelap, maka tidak ada orang yang
keluar dari rumah bidan. Akhirnya istri saya berlari-lari ke pasar mencari ojek
menuju Puskesmas, sampai Puskesmas dia lupa tidak membawa uang untuk bayar obat
dan ojek. Viyaneu dan tukang ojek balik lagi ke rumah membawa uang karena rumah
tidak dikunci. Pulang lagi dari Puskesmas, istri dan anak-anak pulang ke rumah
mertua karena takut si kecil kambuh lagi. Dan benar saja selang beberapa lama
si kecil Helma kambuh lagi stepnya. Setelah di kompress dan suhunya tidak
begitu panas akhirnya si kecil tidur, ketika sekitar jam 3 si kecil bangun kata
istri saya dia bertanya pada kakaknya.
Helma: “Mima ke apa?” (Maksudnya:
“Helma kenapa?”)
Viyaneu: “Mima nangis”
Helma: “Oh……” inilah kata khasnya
kalau pertanyaannya dijawab atau dia bilang “Ya Ayooh” (maksudnya: “Ya Alloh”).
J
Keesokan harinya saya bangun
kesiangan hampir jam setengah 6, setelah sholat subuh saya langsung mencuci
mobil, motor dan sepatu yang penuh dengan lumpur bekas tadi malam. Selesai bersih-bersih
hampir jam setengah 8. Saya lupa tidak buka HP, setelah dilihat ternyata ada
sms dari istri “pih cepet pulang kasian Mima”. Langsung saja saya beres-beres
pulang, selama diperjalanan pikiran-pikiran negatif selalu menghantui. Sampai rumah
hampir jam 10.
Sampai rumah si kecil lagi
tidur-tiduran dengan wajah pucat dengan suhu badan masih panas menggunakan cool
baby paper, tapi dia cemberut dan tidak mau didekati. Mungkin ngambek karena
malam sebelumnya dia bilang sama mamahnya “pingin nelepon papih” tapi karena
saya lagi diluar jadi telpon dan sms pun tidak terangkat, dan ketika gangguan
sudah selesai waktu saya nelepon ke rumah si kecil sedang step dan tidur.
Sampai siang hari si kecil tidak mau didekati saya, cuma pingin deket ibunya
saja. Baru setelah saya membeli makanan-makanan kesukaannya dia mau berbaik
hati.
Sampai malam dan keesokan harinya
ketika saya akan berangkat kerja lagi, si kecil masih panas. Ditambah mamahnya harus mengikuti pelatihan PAUD, jadi
se kecil dititipkan di neneknya. Ketika akan berangkat si kecil masih nangis
tidak mau ditinggalkan, ketika saya peluk dan neneknya ngajak dia untuk main.
Si kecil Helma tidak mau lepas dari pelukan saya. Tapi setelah lama akhirnya dia
luluh juga walau pun masih nangis dia mau beralih ke pangkuan neneknya.
Perasaan campur aduk selama
diperjalanan sampai tempat kerja silih berganti, gak mau meninggalkan si kecil,
males kerja, dan sebel sama mamahnya karena maksa mengikuti pelatihan PAUD,
padahal si kecil belum sembuh. Sore harinya kata mamahnya ketika pulang
pelatihan si kecil nangis lagi nanyain saya, karena waktu pagi saya berangkat
bareng bersama istri.
Tidak ada maksud apa-apa dengan
coretan yang saya tulis, ini hanya cerita salah satu dari banyak petugas Yantek
yang harus membagi waktu untuk tugas pekerjaan dan tanggung jawab sebagai
kepala keluarga. Karena tidak mudah untuk memberikan perhatian penuh untuk
keluarga karena jarak yang jauh dan tugas pekerjaan, dan kadang sering tidak
fokus dalam bekerja karena sering
memikirkan keluarga.
salut semoga kerja ikhlas bapak menjadi ladang ibadah selalu dilindungi dan diberkahi oleh Tuhan
BalasHapussaya manajer Rayon Hitudi pulau Ambon..sangat bangga dengan bapak..semogah lain waktu bisa beri perhatian extra buat kelurga
BalasHapusYantek pekerjaan beresiko dan memiliki tanggung jawab berat dan bergaji kecil, beda dengan pegawai pln kerja enak gk capek gaji besar dan bonus per tahun, seharusnya yantek bisa d angkat jadi pegawai pln pak manager, seperti hal nya tim pdkb yg langsung d bawah pln
BalasHapus